Eka Medianingsih, Satu-satunya Petugas Damkar Perempuan di Jember



Jengkel jika Sirene Nyala Pengendara Lain Enggan Minggir

Selain berisiko tinggi, profesi sebagai pemadam kebakaran juga menguras fisik yang cukup berat. Eka Medianingsih, menjadi satu-satunya kaum hawa jajaran petugas UPT Pemadam Kebakaran di Jember.


ADI FAIZIN, Jember

 
PASCA serangan terorisme ke WTC New York pada 2011, profesi sebagai petugas pemadam kebakaran (damkar) sempat menjadi idola. Banyak kalangan pemuda di negeri Paman Sam itu yang terobsesi menjadi petugas damkar karena perannya yang dianggap begitu heroic kala memadamkan kobaran api di jantung bisnis Amerika Serikat tersebut.
Di berbagai belahan dunia, profesi petugas pemadam kebakaran memang identik dengan resiko tinggi. Selain dituntut mampu bekerja dengan cepat dan tepat, profesi ini juga membutuhkan tanaga ekstra untuk menjalankan tugas memadamkan kebakaran. Karena itu menjadi wajar jika profesi ini kemudian lebih banyak dilakoni oleh kaum Adam. Namun tidak demikian dengan Eka Medianingsih.

Dian- panggilan akrab Eka Medianingsih- saat ini merupakan satu-satunya petugas pemadam kebakaran yang ada di UPT Pemadam Kebakaran Jember. Sejak awal 2017, UPT Pemadam Kebakaran beralih naungan, dari semula dibawah BPBD(Badan Penanggulana Bencana Daerah) ke satpol PP.

Dunia pemadam kebakaran memang sudah lama akrab bagi Dian. Pasalnya, sang ayah, Suharto merupakansalh satu personel regu Pemadam kebakaran. Saat dian duduk di bangku SLTP.

Suharto yang juga mantan pemain belakang (libero) Persid Jember, pindah dari dinas PU ke UPT Pemadam Kebakaran. “Lama-lama, dari saya melihat kerja sebagai pemadam kebakaran, saya juga ungin ikut jejaknya,” tutur Dian.

Kesempatan itu akhirnya dating pada awal 2014. Dian yang saat itu sedang kuliah di Jurusan Ilmu Ekonomi, FEB Universitas Jember mendapat informasi tentang lowongan bekerja sebagai tenaga honorer di UPT Pemadam Kebakaran di markas pusatnya yang ada di jalan Danau Toba, Tegal Gede. Keempatan itu tidak disiasiakan. “Karena disambi bekerja, makanya kuliah juga agak lama lulusnya,” tutur Dian yang kuliah selama 2009 hingga 2016 itu.

Saat awal diterima pada Februari 2014, Dian hanya bertugas di bagian Administrasi, sesuai dengan ilmu yang dipelajarinya di bangku kuliah. Beberapa minggu kemudian, dia juga ikut turun ke lapangan untuk membantu dokumentasi, pelaporan dan assessment data kebakaran.

“Jadi setiap ada kebakaran, saya bertugas mendata mulai ari korban hingga perkiraan nilai kerugian, untuk dilaporkan kepada atasan. Koordinasi juga dengan polisi,” cerita Dian.

Dari semula hanya mendata, Dian mulai tertarik untuk ikut membantu upaya pemadaman. Tak butuh waktu lama bagi Dian, karena sejak awal bergabung, ia sudah mendapatkan beberapa pelatihan terkait tugas pemadam kebakaran seperti baris-berbaris  dan ntata cara pemadaman. “Dari pertengahan 2014 itu saya sudah mulai membantu pegang ponsel atau selang pemadaman. Di Damkar, staf admin juga dapat pelatihan seperti itu,” ujar alumnus SMAN 5 Jember ini.

Hingga saat ini, posisi resmi Dian adalah sebagai staf honorer dibidang administrasi dan keuangan UPT Pemadam Kebakaran. Namun karena terlanjur jatuh cinta, di sela-sela jam dinasnya, Dian turut bergabung dalam regu pemadam kebakaran. Hal ini dimungkinkan juga karena UPT Pemadam Kebakaran masih mengalami keterbatasan jumlah personel pemadam.

“Karena kekurangan personel, rekan-rekan petugas pemadam kebakaran jadi sering bekerja atau piket melebihi jam kerjanya,” tutur Dian. Dalam satu regu, bias any terdiri dari 9 hingga 10 petugas pemadam kebakaran. Satu orang bertugas sebagai sopir, satu sebagai operator, sedangkan sisanya sebagai pasukan pemadam dan juga mencari sumber air.

Kekurangan personel mulai terasa sejak dibangunnya posko pemadam kebakaran di tiga titik, di luar markasnya yang ada di Jalan Danau Toba. Tiga posko yang dibangun pada 2015 itu berada di Kalisat, Rambipuji, dan Ambulu. Para petugas pemadam kebakaran memiliki jam kerja piket selama 24 jam, kemudian libur selama sehari berikutnya.

“Sekarang di markas Cuma ada 2 regu, karna ada pemecahan,” ujar sulung dari tiga bersaudara ini. Selama lebih dari 3,5 tahun bergabung di pemadam kebakaran, banyak suka duka yang dilalui oleh Dian. Salah satu hal yang paling membuatnya jengkel adalah ketika sedang dikejar waktu untuk menuju lokasi kebakaran, namun pengguna jalan enggan memberi kesempatan bagi mobil damkar untuk melintas. Padahal, mengacu pada undang-undang, mobil pemadam kebakaran yang memiliki hak sirene, seharusnya diberi keutamaan untuk melintas, demi menyelamatkan korban kebakaran. “Agak sedih campur jengkel. Padahal sudah kita nyalakan sirene, namun mereka tidak mau minggir,” sesal dia.

Salah satu buntut dari rendahnya kesadaran masyarakat untuk memprioritaskan mobil damkar di jalan raya, adalah peristiwa kecelakaan yang menimpa mobil damkar di Pasar Balung pada 5 Juni 2017 lalu. Kecelakaan yang menewaskan 2 orang tersebut, diakibatkan oleh keengganan sebuah truk untuk memberi jalan bagi mobil damkar yang sedang diburu waktu untuk menuju lokasi kebakaran.

Tragedi itu kemudian menyeret sopir mobil damkar, Zainurridho menjadi tersangka. Seperti halnya Dian, Zainurridho juga masih berstatus tenaga honor.

“Saya sempat berkunjung ke rumah keluarganya. Sedih melihat istrinya menangis karena suaminya harus ditahan ketika sedang menjalankan tugas,” cerita Dian. Karena itu, Dian berharap masyarakat bisa memiliki kesadaran untuk memprioritaskan mobil damkar ketika sedang menyalakan sirene.

Selain itu, salah satu pengalaman paling berkesan yang dialami oleh Dian adalah ketika terlibat dalam upaya kebakaran di Perkebunan Blatter, di Tempurejo pada bulan puasa kemarin. Saat itu, sebuah gudang yang menyimpan karet siap ekspor, ludes dilalap api. Karena melalap karet, maka pemadaman menjadi susah.

“Selain itu, sumber air sulit dijangkau, karena permukaan sungai cukup dalam sehingga selang kita agak susah mencapainya. Itu termasuk kategori kebakaran kelas berat,” tutur dara kelahiran Jember 22 September 1991 ini.

Karena melanda objek yang mudah terbakar, api mulai berkobar sejak pukul 15.00 itu baru bisa dipadamkan menjelang magrib. Saat mendengar informasi kebakaran, posisi Dian saat itu sedang di rumah. Namun karena terdorong untuk membantu, akhirnya ikut menuju lokasi kebakaran dengan menggunakan kendaraan pribadi. “Kebetulan personilnya agak kurang,” jelas dia.

Total kerugian kala itu diperkirakan mencapai Rp 1 Milyar. Kebersamaan makin terasa karna usai memadamkan api, seluruh petugas berbuka dilokasi kejadian. “Saat itu teman-teman sebenarnya mau berbuka lebih awal, karena haus dan cukup berat untuk tetap puasa. Tapi urung, karna nanggung juga,” tutur mantan atlet Taekwondo ini.

Karena bukan petugas pemadam murni, Dian hanya memadamkan api dari luar objek kebakaran. Adapun tugas memadamkan dari dalam gedung atau gudang, dilakukan oleh petugas pemadam yang lain yang lebih senior. Meski demikian, Dian juga pernah mengallami peristiwa yang hampir mengancam keselamatannya. Yakni ketika sebuah tembok yang terbakar, nyaris menimpa dirinya. “Untung masih selamat. Memang sering kali saya ingin masuk kedalam untuk memadamkan lebih jauh, tapi memang tidak bisa,” aku dia.

Saat ini, total terdapat 51 petugas Damkar di Jember yang masih berstatus petugas honorer. Meski kerap bertaruh nyawa saat memadamkan api, para petugas Damkar yang berstatus honorer ini belum terlindungi oleh ansuransi kesehatan maupun aansuransi ketenaga kerjaan. “Tapi saya masihbersyukur. Terlebih sejak berada dibawah satpol PP, perhatian dari atas juga lebih baik terhadap kita,” tutur penggemar Tim Sepak bola persid ini.(cl/hdi)
Sumber : JP – RJ- Sabtu 19 Agustus 2017
Disusun kembali oleh : (AF)

Komentar

Postingan Populer