Bujuk Melas, Makam Leluhur Kiai Madura dan Tapal Kuda




Yakin Makam Fatimah setelah Keturunan Bujuk Lakukan Observasi

Pertanyaan tentang makam keramat yang ada di tengah hutan kawasan PT Perhutani Sempolan, Desa Sumberjati, Kecamatan Silo akhirnya terjawab. Makam itu bbukan kuburan warga biasa, namun diyakini makam Fatimah Binti Abdullah al Anggawi, permpuan yang melahirkan para Kiai berpengaruh di Jawa Timur.


BAGUS SUPRIADI, Jember

KUBURAN  Bujuk Melas atau Fatimah Binti Abdullah al Anggawi dipenuhi ribuan peziarah, kemarin (15). Tak ada yang menyangka, bila jamaah akan hadir dengan jumlah yang cukup besar. Padalah, untuk menuju lokasi itu harus melalui jalan yang tidak mudah.


Jalannya mayoritas harus lewat jalur makadam berbatu dan berdebu dikelilingi oleh hutan pinus milik Perhutani. Bahkan, peziarah tak hanya dating Jember tetapi juga dari Lumajang hingga Madura. Mereka rela berdesak-desakan dating ke Makam Bujuk Melas. Rupannya, magnet makam Fatimah itu begitu luar biasa.

Sebelumnya warga sekitar bingung, siapakah tokoh yang dimakamkan sendirian di tempat tersebut. Ada yang menilai, itu makam seorang habib asal Turki. Ada pula yang menganggap makam tokoh keramat. Informasi itu menyebar tanpa kejelasan. Bahkan, beberapa tahun belakangan ini tempat tersebut seringkali dipakai untuk tempat bertapa.

Tidak ada yang meyakini, kuburan ditengah hutan itu adalah sosok perempuan yang memiliki sejarah panjang. Yakni, sekitar 210 sampai 270 tahun yang lalu. Makam tersebut baru ditemukan urutan sejarahnya, setelah tim pencari Bujuk yang juga keturunannya melakukan upaya pencarian.

“Awal September 2016, para keturunan Bujuk Melas dari Bani Itsbat Banyuanyar Madura yang terdiri dari 18 orang orang mencarinya,” kata KH Miftahul Arifin Hasan, pengasuh ponpes Miftahul Ulum Suren, Ledokombo. Mereka membentuk tim mencari makam leluhurnya.

Tim itu dipimpin oleh KH Abdullah Choliq, pengasuh ponpes Nurul Huda Wirowongso. Mereka melacak makam Fatimah yang merupakan istri dari sayyid Abd Akhir Sumenep Madura. Pencarian itu membutuhkan waktu yang cukup lama. “Ada tiga makam yang berbama Bujuk Melas. Pertama di kawasan Arak-arak Bondowoso. Kemudian di kawasan Baluran Banyuwangi, serta di Jember ini,” ucapnya.

Setelah menelusuri dua lokasi awal, ternyata bukan Bujuk Melas yang dimaksud bukan leluhur mereka. Makam yang dikira Bujuki Melas di Bondowoso, merupakan dua pasangan suami istri kaya raya yang dirampok dan dikuburkan disana.

“Bujuk Melas itu istilah yang disebut warga. Bujuk artinya buyut. Melas artinya sedih. Disebut Bujuk Melas karena nasibnya yang sedih,” jelas pria yang akrab disapa Lora Miftah tersebut.

Kemudian, tim it uterus melakukan pencarian sesuai dengan petunjuk KH Barmawi Min Ma’lum, sesepuh keturunan Fatimah di Sumenep yang sekarang menjadi penjaga makam Sayyid Abd Akhir, suami dari Fatimah atau Bujuk Melas.

Pada April 2017 lalu, tim tersebut berhasil menemukan makam Bujuk Melas di tengah hutan di Desa Sumberjati. Namun, mereka masih melakukan penggalian data untuk memastikan, serta mengorek seluruh informasi dari masyarakat sekitar Desa Garahan, Sumberjati dan Sidomulyo.

Setelah melihat beberapa catatan sejarah dan data yang dikumpulkan, tim tersebut menyimpulkan jika makam tersebut adalah makam leluhurnya. Yakni, makam Fatimah Binti Abdullah Al Anggawi istri dari sayyid Abdul Akhir. “Dulu kami sering ziarah ke Makam Sayyid Abdul Akhir, lalu penasaran istri belia dimana,” akunya.

Selain penggalian data, ada beberapa isyaroh  yang menunjukan makam tersebut adalah Bujuk Melas yang mereka cari. Seperti, berada di bawah pohon yang menaungi makamnya. “Makam Sayyid juga sama, dinaungi pohon,” ujarnya.

Sementara itu KH Abdullah Choliq menjelaskan, Fatimah binti Abdullah Al Anggawi juga disebut dengan Nyai Bajem yang merupakan keturunan Rasulullah SAW. “Perempuan yang ahli ibadah, berpawakan etnis Arab cantik, gigih menjaga syariat Islam dan patuh terhadap suaminya,” ujarnya, menceritakan.

Namun, kecantikan tersebut membuat salah seorang pangeran Keraton Sumenep tergila-gila dan berncana merebutnya dari sang suami asli. “Saat itulah Bujuk Melas menawarkan diri untuk kabur dari Sumenep,” ungkapnya.

Meskipun terasa berat, namun sang suami memberikan istrinya agar meninggalkan kampong halamannya dan pergi jauh ditemani tujuh santrinya. “Tetapi dengan syarat harus bermukim di tengah hutan yang jauh dari perkampungan, agar bisa terhindar dari kejaran prajurit keratin,” paparnya.

Bujuk Melas pun tinggal di kawasan hutan yang sekarang milik PT Perhutani hingga meninggal dunia. Dalam catatan para Kiai, perempuan tersebut yang melahirkan dua putra, yakni Kiai Abdul Qorib dan Kiai Harun. “Dari Kiai Abd Qorib melahirkan putra yang bernama Kiai Ismail,” akunya.

Kiai Ismail itu melahirkan beberapa Kiai besar. Seperti Kiai Zainudin dan Ny Nursani, Ny Murdhiyah, Ny Rabi’ah, Ny Halimah, dan Kiai Syihabuddin. Banyak pendiri pesantren di Madura dan Tapal Kuda yang lahir dari sesepuh tersebut.

Misal, dari Ny Nursari itu lahir para pengasuh Ponpes Kembang Kuning, Ponpes Azzubair Sumberanyar Pamekasan, Ponpes Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo, Ponpes Nurul Jadid Paiton, Ponpes Annuqoyah Guluk-guluk Sumenep, Ponpes Nuris Jember, Ponpes Al-Amin Prenduan, Ponpes Nurul Quran, Rowotamtu dan lainnya.

Kemudian, dari Ny Halimah lahir para Kiai  Ponpes Panyeppen, Ponpes Bettet, Ponpes Banyuputih Lumajang, Ponpes Bulugedding, dan lainnya.

Di Jember, lahir pendiri Ponpes Al Wafa Tempuran, Ponpes Bulu Gading Bangsalsari Jember, Ponpes Madinatul Ulum Cangkring, Ponpes Al Inaroh Kemuning dan lainnya.

Sekarang, Makam Bujuk Melas menjadi pusat perhatian warga untuk berziarah. Bahkan, setiap hari ada sekitar 500 lebih warga yang berziarah. “Beberapa waktu yang lalu, kotak amal saja dalam waktu sebulan terkumpul Rp 37 juta,” ungkapnya.

Uang tersebut digunakan untuk memugar Makam yang kian hari ramai dengan warga. Missal kamar mandi, musala dan lainnya. “Bahkan istighosah ini kami menyediakan makanan 20 ribu lebih, dan masih kurang,” tambah Lora Miftah.

Makam tersebut seperti menjadi wisata religi baru karena selalu ramai dikunjungi. Tak heran, ekonomi warga sekitar juga ikut meningkat. Banyak pedagang baru yang dating ke tempat tersebut, meskipun berada di tengah hutan. (cl/hdi)
 Sumber   ; JP-RJ
Edisi        ;Rabu 16 Agustus 2017
Disalin kembali oleh : fauzi

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Data istri k. Abdul akhir tertulis sejak dulu di patobin Arongan dan bukan nyai Fatimah bin abdullah. Makamnya juga bukan di Garahan. Kemungkinan salah mencari informasi.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer