Mengintip Aktivitas Tukang Becak Dan Pembuat Batu Bata Yang Berhaji
Di Madinah Tidur di Hotel Bertarif
Dua Jutaan Semalam
Tidak
ada kasta bagi para jamaah haji. Namun, di balik semuanya, ada dua jamaah haji
yang begitu luar biasa perjuanganya. Mereka penarik becak dan pembuat batu
bata. Seperti yang dikabarkan Dokter Abdul Rochim, dari Madinah.
RULLY
EFENDI, Jember
NAMANYA Bardan dan Sahari. Keduanya, sama –
sama warga Jenggawah. Mereka berdua, seperti mendapatkan hadiah dari Allah.
Keduanya paling beruntung. Mereka, berkesempatan tidur di hotel bintang lima, selama
berada di Madinah. Padahal , di Jenggawah mereka di kenal sebagai tukang becak
dan pembuat batu bata.
Tuhan
memang Mahaadil. Mereka memetik buah perjuangannya, supaya bisa berangkat ke
tanah suci.
Pulang Haji Ingin Berangkat Istri
Umrah
Selama
di madinah, keduanya bisa sepuas nya makan enak. “Sebenarnya, saya bisa
berangkat haji sudah bersyukur,” kata Bardan.
Bardan
mengaku, sejak tahun 1978 mulai menabung untuk haji. Setiap harinya, dia menyisihkan
sisa uang belanja untuk kebutuhan rumah tangganya. Paling banyak memang Rp 20
ribu. Namun meski adanya Rp 2 ribu, dia tak segan menabungnya. “Terkadang kalau
sepi penumpang juga tidak nabung,” akunya.
Bapak
lima orang anak itu sebenarnya daftar haji bersama istrinya, yang tak lain
hanya pencari padi yang di sebutnya ngasak.
Namun sekitar 8 bulan yang lalu, hanya namanya yang keluar sebagai calon
jamaah haji. Sementara nama istrinya, Asminah tidak keluar sebagai calon jamaah
haji.
Dia
yang begitu setia pada istrinya, sempat mengurungkan niatnya berhaji. Namun
setelah berdiskusi dengan seorang kiai di daerahnya, kemudian ada solusi bahwa
dia tetap harus berangkat haji dan istrinya berangkat umrah. Tujuannya, supaya
istrinya tetap bisa ke tanah suci.
Sahari
memiliki cerita berbeda dengan Bardan. Pria yang tinggal di Desa Mangaran
Patemon, Jenggawah, itu mengaku sudah 19 tahun menabung untuk berhaji. Bahkan,
dia haus rela berangkat kerja mengayuh sepeda hingga ke Kecamatan Mumbulsari.
Tak jarang dia harus menginap hingga bermingu-minggu, jika pesanan batu-bata
mulai ramai.
Bukan
cukup di sana perjuangannya. Supaya tabungannya cepat terkumpul, dia harus giat
bekerja. Meski hanya kerja berdua bersama rekannya, Sahari, bisa memproduksi
sampai seribu batu-bata setiap harinya. Sehingga, dia bisa memperoleh imbalan
Rp 100 ribu setiap harinya.
Mereka
kini senang. Hidup serba mewah di hotel bintang lima yang harga sewanya setara
Rp 2 juatan per hari. Meski demikin, kesederhanaan keduanya pun masih tetap
terlihat.
Bahkan,
jatah makan roti yang di sediakan hotel, masih dia simpan untuk persediaan
makan di hari berikutnya. “Rotinya tidak di makan, biar bisa hemat,” ujar
Sahari.
Sahari,
masih memiliki keinginan supaya istrinya bisa berangkat ke tanah suci.
Sehingga, dia sepulang berhaji, harus kembali giat kerja sampai istrinya bia
sampai ke tanah suci. Meski hanya berangkat umrah.
Sementra
Bardan yang penarik becak, memiliki niat
setelah berhaji ingin ganti pekerjaan yang lebih baik. Bukan karena gengsi
setelah berhaji. Namun diakuinya, karena sebetulnya menarik becak sudah semakin
sepi. (cl/ras)
Sumber
: JP-RJ- Sabtu 12 Agustus 2017
Di
tulis kembali oleh : fauzi
Komentar
Posting Komentar